BorneoNetwork – Kepala Badan Pengembangan dan Informasi (BPI) Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ivanovich Agusta, menyatakan bahwa penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen dapat menjadi peluang bagi desa-desa penghasil beras premium.
Melansir Antara, Ivanovich menyatakan desa yang memproduksi beras premium berpotensi meraih keuntungan lebih tinggi karena harga jual yang meningkat akibat penerapan PPN tersebut.
Ia menambahkan bahwa komoditas premium, seperti beras berkualitas tinggi, akan memiliki nilai jual lebih tinggi, sehingga desa penghasil dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kebijakan ini.
Selain itu, Ivanovich menjelaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa tertentu yang dikategorikan sebagai barang mewah.
Untuk masyarakat desa, dampaknya diperkirakan minimal, mengingat sebagian besar pelanggan listrik di desa menggunakan daya 1.300 VA, sementara PPN 12 persen diterapkan pada pelanggan dengan daya listrik 3.500-6.600 VA.
Menanggapi kekhawatiran terkait dampak kenaikan PPN terhadap digitalisasi desa, Ivanovich menyarankan agar barang-barang elektronik yang dibutuhkan untuk keperluan desa tidak dikategorikan sebagai barang mewah.
Ia mengusulkan agar Kementerian Desa dapat mengajukan pengecualian untuk alat-alat komunikasi dan digital yang digunakan demi kepentingan masyarakat.
Sementara itu, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi seiring dengan penetapan PPN 12 persen pada tahun depan.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, termasuk di wilayah pedesaan.
Dengan demikian, desa-desa penghasil beras premium diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat setempat.