BorneoNetwork – Pulau Kabaena, yang dulunya terkenal dengan air laut jernih berwarna biru di Sulawesi Tenggara, kini menghadapi tantangan besar.
Melansir dari VOA Indonesia, kejernihan air laut di sekitar pulau berubah menjadi cokelat keruh akibat pesatnya perkembangan industri tambang nikel di wilayah tersebut.
Dampak pada Suku Bajau
Suku Bajau, komunitas tradisional yang menggantungkan hidup pada hasil laut, menjadi salah satu pihak yang paling terdampak.
Gurita dan ikan-ikan yang dulu melimpah kini sulit ditemukan.
Rumput laut yang pernah menjadi salah satu sumber penghidupan utama mereka juga telah lenyap.
Kondisi ini memaksa para nelayan Bajau berlayar lebih jauh ke laut untuk mencari ikan, yang membutuhkan biaya bahan bakar lebih mahal.
Bagi yang tidak memiliki perahu, mereka harus puas dengan kerang kecil yang masih bisa ditemukan di air keruh dekat rumah mereka.
Krisis Lingkungan dan Kehidupan
Dampak tambang nikel tidak hanya dirasakan di laut. Komunitas di daratan melaporkan bahwa tanaman mereka sulit tumbuh akibat sumber air yang tercemar.
Bahkan anak-anak Bajau kini dilarang berenang di laut oleh orang tua mereka karena khawatir terkena ruam kulit.
Keputusan Hukum yang Belum Berdampak
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Maret 2024 telah menetapkan perlindungan khusus untuk pulau-pulau kecil dari aktivitas berbahaya seperti tambang.
Namun, keputusan ini tampaknya belum memberikan perubahan nyata di Kabaena.
Perusahaan dan Pemerintah Bungkam
Perusahaan tambang besar seperti Tonia Mitra Sejahtera dan Anugrah Harisma Barakah, yang beroperasi di Kabaena, tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan komentar dari Associated Press (AP).
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga belum merespons permintaan wawancara terkait dampak tambang di pulau tersebut.
Pertumbuhan Tambang vs Keberlanjutan Lingkungan
Indonesia terus memperluas sektor tambang dan pengolahan nikel untuk memenuhi kebutuhan global, khususnya dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Namun, hal ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk badan internasional, karena dampak lingkungan yang parah.
Pulau Kabaena kini menjadi simbol dilema antara perkembangan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Komunitas lokal berharap adanya langkah konkret untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem di wilayah mereka sebelum terlambat.